Translate

Jumat, 05 Desember 2014

Tanah Surga... Katanya (2012)

Starring: Osa Aji Santoso, Astri Nurdin, Ringgo Agus Rahman, Tissa Biani Azzahra
Mengambil lokasi di pulau Kalimantan tepatnya di perbatasan antara Malaysia dengan Indonesia, film ini secara sederhana mampu menampilkan keindahan alam negeri kita yang memukau. Namun, kekayaan suatu bangsa tidak selalu berbanding lurus dengan kehidupan masyarakatnya. Meski rumput Indonesia lebih hijau tapi rakyat Malaysia lebih makmur. Tidak heran jika banyak warga Indonesia di perbatasan yang bukan hanya bekerja di Malaysia tapi juga memilih untuk pindah menjadi warga negara Malasia. Salah satunya adalah ayah Salman (Osa Aji Santoso), yang rela meninggalkan Salman dan Kakeknya, membawa anak bungsungnya, Salina (Tissa Biani Azzahra) untuk hidup 'lebih baik' di Malaysia.
Dari cerita Kakek, yang pernah menjadi pejuang, Salman belajar banyak tentang Indonesia. Menjadikannya yang terpandai di kelasnya. Ya, di sekolah yang hanya memiliki satu kelas, itupun gabungan kelas 3 dan 4, Salman menjadi siswa kesayangan Bu Astuti (Astri Nurdin). Guru cantik itu mengajarkan semua mata pelajaran termasuk memperkenalkan Indonesia di sekolah yang baru dibuka setelah satu tahun tutup. Bukan hal yang mudah, karena sebagian besar murid-muridnya tidak tahu bendera merah putih, apalagi lagu Indonesia Raya, bahkan mereka tidak mengenal Rupiah tapi Ringgit sebagai mata uang.
Lalu seorang dokter muda datang menggantikan almarhum dokter sebelumnya. Di rumah kepala dusun, Dokter bernama Anwar (Ringgo Agus Rahman) itu menjadi jujukan semua warga termasuk Kakek Salman. Keinginan membawa Kakeknya ke rumah sakit, agar Kakeknya sembuh, membuat Salman rela bekerja keras, setiap hari berjalan membawa hasil kerajinan Indonesia ke Malaysia, hingga ia bertemu Salina dan ayahnya. Bukannya membantu Sang ayah hanya memberikan nomor teleponnya. Namun Salman tetap bahagia.
Sebuah tontonan keluarga yang lengkap. Ada kesatiran yang dibalut dengan humor menggelitik yang beberapa bahkan mampu membuat terbahak. Terselip pula romantisme klasik yang menggemaskan. Tidak bermaksud membandingkan tapi lebih pada mengingatkan bahwa Indonesia begitu kaya tapi tersia. Jika Pemerintah negeri tetangga mampu merengkuh masyarakatnya hingga ke pelosok, kenapa Pemerintah kita tidak bisa? Puisi Salman di tengah upacara bendera menjadi klimaks yang pas, yang mampu menohok siapa saja. Benar kata Kakek, bahwa apapun yang terjadi jangan pernah menghilangkan kecintaan kita pada Indonesia. Film ringan yang bermakna, luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar